Rawat Bumi dan Keanekaragaman Hayati Demi Masa Depan Berkelanjutan

Ketika pulang ke kampung halaman saat liburan Natal dan Tahun Baru yang lalu, saya sangat menyenangi pekarangan rumah Ibu. Begitu pula dengan ketiga anak kami. Pasalnya, sekeliling pekarangan rumah Ibu, banyak tanaman dan pohon-pohon berdaun hijau. Bukan saja membuat mata kami segar, tetapi dapat menikmati hasil pohon dan tanaman yang ada di sana.

Begitulah cara Ibu dan keluarga di kampung berkontribusi mendukung pelestarian lingkungan. Padahal kalau ditanya, apakah mereka mendapatkan edukasi khusus untuk melakukan hal itu? Tentu tidak. Mereka yang hidup di kampung, secara alamiah memiliki kesadaran untuk menghargai dan bersahabat dengan alam.

Mereka tahu kalau butuh alam. Ketika tidak serius merawat alam, mereka tahu kalau kehidupan akan terganggu. Bukan saja mengganggu ketersedian makanan, kebutuhan udara segar dan keseimbangan air, tetapi juga roda kehidupan perekonomian sehari-hari. Sebab kehidupan di kampung masih banyak mata pencaharian yang tergantung pada hasil alam.

Nah, bagaimana dengan sebagian kita yang ada di perkotaan, yang mungkin sering mendapatkan edukasi tentang pelestarian bumi dan keanekaragaman hayati? Belum tentu bisa berbuat banyak. Harusnya kita malu melihat sebagian besar masyarakat di kampung yang tidak memiliki edukasi khusus, tetapi terus berupaya mendukung pelestarian bumi dan keanekaragaman hayati.

Kalau mau hitung-hitungan, masyarakat kota adalah kelompok masyarakat yang paling banyak menggunakan kendaraan yang berpotensi menimbulkan polusi udara. Masyarakat kota juga terbilang penghasil sampah rumah tangga yang terbanyak setiap harinya. Mau ditampung di mana tuh sampah? Bukan tidak sedikit dari masyarakat kota yang membuang sampah sembarangan. Belum lagi rusaknya fungsi tanah karena bangunan yang begitu padat dan halamannya yang sudah dibeton.

Padahal kita tahu, bahwa bumi adalah milik kita bersama, jadi keberlanjutannya pun adalah tanggung jawab kita bersama. Bukan masyarakat tertentu saja.

Mungkin kita perlu berefleksi kembali. Mari menyaksikan video singkat dari Asuransi MSIG Indonesia berikut. Sesungguhnya makanan, oksigen, obat-obatan, air yang kita butuhkan sehari-hari, sebagian besar kegiatan perekonomian, serta pengendalian lingkungan akan tetap berkelanjutan kalau bumi dan keanekaragaman hayati masih diperhatikan dan tetap lestari.

Sesungguhnya, alasan tersebut cukup kuat untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri kita masing-masing.

Saya pribadi sebagai bagian dari masyarakat yang tinggal di kota, sering bertanya pada diri, “Upaya apa yang sudah saya lakukan untuk menjaga bumi dan keanekaragaman hayati di dalamnya?”

Memang tidak begitu banyak peran yang dapat saya lakukan, hanya mencoba berkomitmen dan konsisten untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan cara-cara yang sederhana ini.

Pertama. Ketika melakukan perjalanan dan selama di kantor, saya selalu membawa air minum dan menggunakan botol minum “refill”. Cara ini setidaknya mengurangi penggunaan botol plastik air mineral yang dapat merusak lingkungan alam dan keanekaragaman hayati.

Saya yakin rekan pembaca sering mendengar atau membaca dampak dari penggunaan plastik yang berlebih. Salah satunya, plastik dapat terurai dalam tanah sekitar 50 – 100 tahun. Bisa kita bayangkan kalau setiap kita menggunakan botol plastik air mineral.

Kedua. Mengurangi penggunaan kantong plastik saat berbelanja. Alasannya tentu sama dengan alasan yang sudah dipaparkan pada poin pertama.

Ketiga. Memilih untuk menggunakan angkutan umum ketika bepergian seorang diri, atau ketika melakukan perjalanannya yang jauh dan yang melewati daerah kemacetan. Setidaknya dengan cara ini, dapat mengurangi penggunaan bahan bakar dan mengurangi tingkat pencemaran udara.

Tidak jarang anak saya bertanya, “Punya mobil, tetapi koq naik angkutan umum Pa?”

“Mengurangi kemacetan dan polusi udara Nak.” Itulah alasanku.

Keempat. Harus diakui bahwa di kota pekarangan rumah sangat sempit bahkan nyaris tidak ada. Setidaknya, dengan kondisi lahan sesempit apapun, saya tetap mencoba menanam tanaman di depan rumah.

Kelima. Tidak membuang sampah sembarangan apalagi membakarnya di pekarangan.

Itulah lima hal yang sering saya lakukan sebagai kontribusi dalam melestarikan lingkungan. Sekali lagi, mungkin kelihatan begitu sederhana, tetapi dapat kita bayangkan, seandainya setiap orang melakukan hal yang sama, maka bumi kita pun akan tetap lestari.

Tentu semuanya itu kita lakukan untuk masa depan yang lebih baik sehingga generasi mendatang tetap merasakan bumi yang bersahabat.

Sejatinya dari generasi terdahulu telah dititipkan bumi ini dengan baik, maka selayaknyalah kita menitipkan bumi ini kepada generasi mendatang dengan baik pula.

Sebelum mengahiri tulisan ini, ada pesan terakhir yang ingin saya sampaikan. Selain melakukan tindakan nyata dalam melestarikan bumi dan keanekaragaman hayati, tentu kita dapat juga berkontribusi sebagai agen perubahan untuk melakukan kampanye kepada orang-orang di sekitar. Dapat melalui keteladanan, melalui tulisan, dan lain sebagainya.

Kita pun dapat mengikuti jejak dari Asuransi MSIG Indonesia, yakni Asuransi Umum (Asuransi yang memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerusakan atau kerugian harta benda). Untuk mengetahui sekilas tentang lembaga asuransi ini, pembaca dapat menyaksikan tayangan video singkat berikut.

Dalam hal dukungan terhadap pelestarian bumi dan keanekaragaman hayati, Asuransi MSIG Indonesia ternyata memiliki misi utama yakni berkontribusi pada pengembangan masyarakat dan membantu memastikan masa depan yang terjamin untuk bumi, dengan mengupayakan keamanan dan ketenteraman melalui bisnis asuransi global dan jasa keuangan. 

Salah satu bukti nyata, apa yang sudah dilakukam oleh Asuransi MSIG Indonesia dapat disaksikan pada video berikut!

Hebat kan? Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah dirusak oleh pembalak liar, sejak 2005 telah kembali direboisasi oleh MSIG yang bekerja sama dengan Kementerian Hutan dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.

Hingga sekarang MSIG telah berhasil menanam 300.000 pohon pada lahan seluas 350 ha. Hutan yang telah direboisasi itu pun telah mampu menyerap 70.000 ton Karbondioksida (CO2) selama 20 tahun.

Sekarang giliran kita. Mari kita bersinergi, demi keselamatan umat manusia dan keberlanjutan bumi dan keanekaragaman hayati.

More From Author

7Comments

Add yours

+ Leave a Comment